Ketika Menyalahkan dan Disalahkan
Ilustrasi |
Lampu lalu lintas sudah berubah menjadi hijau, tiba-tiba… Gubrak! motor yang ada di depanku, tepatnya tiga motor di depanku terjatuh ke sebelah kiri dan nyungsep ke trotoar yang sudah rusak. Pengendaranya adalah seorang Bapak-bapak sekitar 50 tahunan. Mungkin karena disenggol oleh motor yang dibelakangnya karena motor yang dibelakang motor yang terjatuh itu hampir terjatuh pula.
Motor yang hampir terjatuh itu agak ragu-ragu untuk berhenti. Pengendaranya adalah seorang anak muda sekitar 20 tahunan. Masih menaiki motornya, anak muda itu mengarahkan telunjuknya ke sebuah mobil sedan. Mungkim maksudnya anak muda itu menyalahkan pengendara mobil sedan tersebut.
Pastinya pengendara mobil sedan itu tak mau disalahkan, ia langsung keluar dari mobilnya dan bersuara agak kencang.
“Kan kamu yang nyenggol, kok saya yang disalahin”. Teriak pengendara mobil sedan,seorang bapak-bapak sekitar 40 tahunan.
Mendengar suara keras dari pengendar sedan membuat anak muda yang sudah turun dari motornya tersebut terdiam. Entah apa yang sedang ia pikirkan. Terlihat dari mimik mukanya, anak muda tersebut ketakutan.
Sementara diriku menyesal. Aku berada di posisi kempat dari motor yang terjatuh. Aku mengikuti motor yang ada tepat didepanku untuk segera melajukan motornya. Lewat begitu saja tanpa mau membantu mendirikan motor bapak yang terjatuh itu.
Sepanjang jalan aku hanya bisa beristighfar atas kesalahan diriku yang enggan membantu. Alasan diriku hanya karena aku harus cepat-cepat masuk kantor. Ah hanya sekedar alasan. Tetapi aku juga tentunya khawatir, malah nanti aku yang disalahakan. Karena posisiku tak jauh dari tempat kejadian.