Malam Pertama di Rumah Tak “Bernyawa”


Srt…,srt…,kontrang, ssssst. Itulah suara di malam gelap gulita yang yang terdengar di rumah baruku yang belum dialiri listrik. Aku tak ngeh, kalo listrik yang sudah terpasang itu kondisinya di block oleh PLN. Pantas saja aku tak berhasil mengisi pulsa listrik prabayar. Aku tunggu-tunggu dari jam 3 sore, ternyata PLN yang sudah dihubungi oleh developer Vila Gading Permai belum datang juga. Hingga ba’da Isya aku tunggu, tetap belum nongol juga. Aku pun mendapatkan nomor PLN Jampang dari tetanggaku, Mas Adit. Namun tetap belum datang juga. Akhirnya, semalaman aku tidur di malam pertama rumah baruku dalam kondisi gelap gulita.

Akhirnya Pindah Rumah
Sejak Pagi hari, Ahad, 29 April 2012 aku sudah bersiap-siap untuk pindah rumah ke Vila Gading Permai, sengaja aku segera pindah karena kalo tidak pindah, sudah pasti aku harus membayar kontrakan kembali di awal bulan. Tetanggaku, Mas… dengan ringan membantu mengangkatkan perabotan rumah dan barang-barang yang sudah dikemas rapih oleh istriku jauh-jauh hari.

Dengan menggunakan truk, akhirnya dalam jangka waktu sekitar 2 jam, barang-barang dan perabotanku sudah berpindah dari Larangan, Tangerang menuju rumah baruku, Vila Gading Permai Blok C2 11 A Desa Jabon Mekar, Parung. Bapak mertua, adik ipar dan sepupu istriku ikut membantu mengantarkan kepindahanku.

Tak ada Aliran Listrik
Tak disangaka, setelah aliran listrik dicek oleh bapak mertuaku, pegawai PLN, ternyata tak ada listrik yang mengalir di rumahku, padahal pulsanya masih tersedia. Untung, Bapak mertuaku paham, kalo aku yang urus sendirian, apa jadinya? Hehe, pustakawan kan gak bisa ilmu kelistrikan.
Hari pertama di rumah baruku gak bisa mandi karena belum ada sumurnya, dan baru digali keesokan harinya, mungkin selesai dalam jangka waktu empat hari. Seharian tidak mandi, tentu bau badanku ini.

Kondisi Masjid dan Musholla
Masjid jauh sekitar 500 meter dari rumah. Musholla sekitar 75 meter dari rumah. Parahnya musholla mengadakan berjamaahnya cuma pada saat maghrib. Waktu lainnya musholla kosong melompong. Menurut informasi Bu Sa’diyah, nenek nenek warga yang tinggal di samping musholla, memang gak ada yang berjamaah. Padahal ba’da shalat maghrib, Pak Nahar, bapak-bapak yang ikut berjamaah shalat maghrib, mengatakan bahwa ada banyak pak haji yang tinggal di wilayah ini.

Warga Komplek yang Muda dan Ramah
Para tetangga ramah dan banyak yang masih muda. Seperti Pak RT Rusdi yang berwibawa dan berkomunikasi juga melobi, RW Nisin yang banyak mengeluarkan kata-kata dalam Bahasa Betawi yang baru pertama kali kudengar, salah satunya gusrek (tanda tangan), Bang Endri yang orang minang seperti aku, Pak RT Ma’in yang mantan RT 02 tapi tetap dipanggil RT, Pak Pur yang bekerja di Senayan, Pak maikel yang ramah, Dindin yang berteman denganku sejak sepuluh tahun yang lalu, juga Mas Adit yang sudah berinteraksi denganku sejak aku aktif menjadi ATS ESQ. Banyak pelajaran yang aku dapat dari para warga saat berinteraksi hingga jam 23.00 WIB.

Melewati Malam Pertama
“Bi, lail dan sahur ya”. Istriku mengirimkan sms, namun aku tak tahu, karena masih terlelap tidur di malam pertama. Walau tak bisa tahajjud namun, sahur bisa terlaksana, almdulillah, bisa shaum sunnah senin kamis.
Musholla di shubuh hari, tak jauh berbeda dengan waktu-waktu lainnya. Tak ada jamaahnya. Bu Sa’diyah yng ramah menghidupkan lampu dan membukakan mushola saat mengetahui aku mengambil air wudhu.
Ba’da shubuh Bu Sa’diyah, yang berzikir, terlihat dari suara mulutnya komat-kamit dan suaranya samar-samar terdengar. Akupun izin ke Bu Sa’diyah untuk mandi, dan menyetrika di musolla ini. Karena stop kontaknya letaknya tinggi dari atas lantai, Bu Sa’diyah membawakan meja. Subhanallah, berat loh mejanya, tapi Bu S’adiyah yang kira-kitra berusia hampir 70 tahunan, masih mampu mengangkat meja. Akhirnya aku bisa mandi, nyuci, baju dan mengenakan pakaian yg rapih.

30 Juni 2012, Ruang Kerja


Adsense Indonesia

Postingan populer dari blog ini

Bahaya Pergaulan Bebas

Ketika Kuku kakiku Hampir Terlepas